Aku menginginkan hujan sebagaimana kamu bersorak untuk matahari tetap bersinar Aku berdoa disaat hujan sebagaimana kamu mabuk hingga basah kuyup di trotoar Aku bergelinjang geli di bawah hujan sebagaimana kamu tertawa di atas api unggun Aku menampung air hujan sebagaimana kamu membanjur rumah dengan minyak tanah Aku terpejam kehujanan sebagaimana kamu tidur berkeringat Aku menelan air hujan sebagaimana kamu menelan ludahmu sendiri Aku menyukai hujan sebagaimana kamu bertahan membenci hujan Aku menatap hujan sebagaimana kamu mengerti diriku Aku berbinar atas hujan sebagaimana kamu mematikan rokokmu di atas bumi yang kehujanan Aku terkejut melihat petir diantara hujan sebagaimana kamu muncul di hidupku

Rabu, 10 April 2013

Episode: Bermain


“Oke, jadi ada sembilan gulungan pilihan ya, Har,” Kucil memasukkan gulungan terakhir di toples berisi dedaunan kering dan delapan gulungan kertas lainnya.

“Ya,” Harap mengangguk.

“Jadi aku duluan ya, karena aku adalah sebagai contoh,” seringai Kucil lebar.

Harap tertawa. Kucil melempar sisa gulungan kertas yang tak terpakai ke kepala Harap.

“Dilarang tertawa! Oke!!”

“Oke!!”

Mereka sangat bersemangat, padahal sore ini mereka belum makan. Memang tidak ada jadwal makan sore. Jadi, wajar saja mereka belum makan.

Kucil mulai mengaduk tangannya di dalam toples kaca lalu mengambilnya satu gulungan kertas dengan mantap, “Seorang kepala keluarga harus mantap!”

Harap menahan tawa. Wajahnya memerah.

“Harap, ingat peraturan. Tidak boleh tertawa. Hanya boleh menangis, tidak boleh tertawa,” wajah Kucil serius minta ampun.

“Isinya.. adalah..” Kucil menggantung kalimatnya sampai ia membuka tuntas gulungan kertas yang dipilih, “Sik!”

“Jangan berisik ada yang bobok!” sahut Harap lantang.

Wajah Kucil datar lesu, “Kan aku dulu, Harap.. Kan aku yang membuka gulungannya..”

Harap tersenyum dipaksa, untuk menahan tawa.

“Jangan berisik ada yang bobok!” Kucil mengulangi kalimat Harap beserta lantangnya.

Harap melotot. Kucil membuat wajah konyol.

“Abis bobok enaknya makan mie Tasik!” Harap memejamkan matanya, “Hmm, enyak-enyak-enyak.. Nanti malam makan mie Tasik ya, Cil?”

“Heh! Nanti saja itu dibahasnya!” bentak Kucil.

“Mmm.. Tasikmalaya emang asik!”

Harap menunduk. Berpikir. “Asik adalah kata yang belum tentu asik.”

“Ahahahahaha! Apaan tuh?” Kucil tertawa. “Harap kalah! 1-0! Hahahahaha!”

“Memang benar kan perkataanku?” Harap mencoba membela diri.

“Iya benar sih, tapi kan kau gunakan kata ‘asik’ lagi,” Kucil lanjut tertawa.

“Ya udah cepet!” Harap bete.

Kucil mengambil gulungannya lagi karena ia menang.

“Lang,” Kucil kaget. “Siapa sih yang membuat ini?”

“Kau kan? Aku tak merasa membuatnya. Kenapa? Ayo!” desak Harap.

“Kucil meminta maaf pada Harap karena remote televisinya hilang..” Kucil menoleh ke arah kumpulan tanaman merambat.

“Hilang semangat rasanya bila tidak jadi pulang.”

“Pulang ke mana memangnya?”

“Ahahahaha mana boleh bertanya!” Harap tertawa menang, “Satu sama! Aku menang!”

“Ya, untuk kali ini kuizinkan kau menang. Jadi, maafkan aku ya?”

“He?”

“Kalimatku tadi itu benar..” Kucil dengan cepat bersujud di depan Harap yang bengong.

“Maksudmu.. kalimat tentang remote televisi yang.. hilang?”

Kucil diam.

“Oh, Tuhan! Memangnya kali terakhir kau taruh di mana, hah?!” Harap memegang kepala Kucil untuk bangun.

Kucil tetap bersujud, “Aku lupa. Aku lupa sekali. Sangat lupa, Harap. Maafkan aku.”

“Apa lagi yang kauhilangkan, hah? Apa lagi yang kausembunyikan dariku?”

Kucil bangun namun masih tetap duduk dengan kaki terlipat di belakang pantatnya, “He, kesannya selama ini aku banyak menghilangkan barang darimu, ya? Baru remote yang kuhilangkan. Mungkin tidak hilang, tapi entah ia bersembunyi di mana aku lupa.”

“Setelah teman-temanku hilang. Remote televisiku juga hilang..” mata Harap kosong.

“Itu tidak ada hubungannya denganku!”

“Memang..”

“Sudahlah, nanti aku ganti.”

“Kautahu kan tombol televisi sudah tidak ada yang berfungsi lagi? Televisi kita tidak akan hidup!”

“Ya.. besok kita beli remote-nya, oke?”

“Sore ini! Ada serial favoritku tayang di televisi malam ini, Kucil!”

“Katanya malam ini mau beli mie Tasik?”

“Tidak. Tidak jadi.”

“Oke, sore ini juga kita pergi ke toko elektronik ya, habis itu ke minimarket.”

“Mau apa kau ke minimarket, hah?”

“Memangnya ada pembalut di toko elektronik, hah?!” Kucil berdiri menuju kamarnya untuk ganti baju. “Dasar wanita! Rubah sana! Rubah sini! Mentalku dipermainkan terus di tiap bulannya!”

Harap bengong menatap kosong pintu kamar Kucil yang telah tertutup, “Dari mana dia tahu kalau aku sedang menstruasi?”



---
All rights reserved.
2013 © Aulia Vidyarini

Minggu, 07 April 2013

Aulia dan Orang-orang dan Lain-lain, 7

KATA HILANG.

Hai hai.. Hehehe, saya meninggalkan empat hari tidak posting. Jadi, kenapa sub judulnya tentang kehilangan gitu? Oke, saya sudah lama tidak buka Twitter. Lupa juga kalau ada makhluk dari keluarga media sosial bernama Twitter. Nggak begitu lupa sih, saya masih pakai tapi via handphone. Jadi lupa kalau Twitter itu bisa dibuka via PC. Hahahaha

Di sana saya buka menu Connect dan berisikan mentions, retweet, dan favourite. Saya baru lihat, ternyata ada banyak yang menyukainya. Entah karena setuju atau tidak sengaja menekan tombol retweet. Mehehehe. Emang banyaknya seberapa sih? Empat doang sih. Bahahaha eh, nggak ding. Nambah tiga di Facebook. Bahahaa sumpah nggak penting. Yaa, siapa yang nggak senang sih ya kalau pemikirannya direspon dengan baik :3 Miaw.

Kalimatnya itu tadinya berbunyi 'Rindu adalah rasa terbaik dari kata hilang' tapi saya ubah menjadi ada penambahan kata '(Mungkin)' di awal kalimat. Karena saya takut salah, pengalaman orang-orang kan berbeda-beda.

Kemudian saya menemukan di komentar postingan saya di Facebook hari ini, mmm nggak perlu dideskripsikan lah ya. Intinya saya mengutip kalimat dari seorang bijak tentang hidup yang menggunakan perumpaan. Memang sih perumpamaannya sederhana, tapi kalau ditelaah secara mendalam dan dikaitkan dengan kehidupan maka kalimat itu sangat bermakna. Buat saya waktu itu. Itu sangat bermakna sampai sekarang. Untuk mensyukuri segala sesuatu yang masih kita miliki. Walaupun tidak berjalan sesuai yang kita inginkan, atau tidak menghasilkan apapun yang telah kita usahakan. Di balik itu saya berpikir kembali, mungkin ini waktunya kita berhenti. Ada kalanya kita harus berhenti.

Namun, penalaran pasti kembali ke masing-masing kepala. Bagaimana cara kepala itu menghubungkan dengan kehidupannya yang telah terjadi. Mendapatkan korelasi dengan cara yang baik. Entah kenapa saat itu dada saya terasa sakit, seperti sesak, ketika si lawan bicara saya di komentar itu seperti merumitkan segala sesuatu. Saya mengakui bahwa hidup itu rumit. Hanya saja, ya Allah, saya sudah mulai masuk dalam jalan pikiran yang lebih santai. Maka dari itu, saya hanya bisa mengiyakan saja pendapatnya dengan cara lain. Karena saya juga tidak kenal orangnya. Dan untungnya percakapan itu selesai dengan kesimpulan masing-masing di kepala yang tidak ditumpahkan di sana.

Di sana saya seperti merasa hidup saya yang tahun-tahun kemarin sangat rumit menjadi muncul kembali. Saat itu saya dengan lawan bicara tersebut saya seperti telah merasakan apa yang ia katakan. Seperti de javu.

Sudah terlalu banyak waktu yang saya forsir untuk hal-hal rumit semacam itu. Hal-hal sederhana yang kian rumit. Memang, jalan pikiran pasti akan berada pada satu titik yang secara tidak langsung mengatakan latar belakang hidupnya. Mungkin ia sedang dilanda masalah atau apa saya tidak tahu. Dan saya pun tidak mau tahu. Ya, sudah terlalu banyak waktu yang saya forsir untuk orang yang tidak mengerti bagaimana dirinya sendiri.

Saya sudah kehilangan pola pikir rumit saya. Mungkin otak saya sekarang sudah menciut karena terlalu banyak menganggap penting segala hal yang tidak terlalu penting. Dan sekarang saya pelupa. Dulu saya dipercaya mengingatkan apapun oleh seseorang teman saya yang pelupa, tapi sekarang saya tidak yakin untuk itu. Saya lumayan benci dengan orang yang pelupa. Mengapa begitu mudah melupakan sesuatu? Sedangkan saya mengingatnya sepanjang waktu. Yah, mungkin ini karma.

Lalu kalau sudah menjadi seorang pelupa seperti ini apakah saya harus merumitkan segala hal yang saya lupakan? Nggak, demi apapun saya sudah tidak butuh itu, saya hanya butuh orang yang sederhana, jalan yang lebih sederhana, menghela nafas yang sangat melegakan. Ya, saya hanya butuh itu selain jalan Tuhan.

Sekarang saya hanya akan menjalani semua hal yang dulu saya takuti. Bermimpi.

Bermimpi tentang saya bisa menjadi orang yang sederhana. Kembali memiliki tata krama dalam menjalani hidup. Saya hanya ingin menjadi orang yang baik. Saya sudah kehilangan kesempatan untuk menjadi orang yang berguna. Membanggakan. Saya sudah kehilangan itu. Dan semua itu akan muncul kembali jika saya bermimpi. Bermimpi dan berusaha menjadi orang baik. Seperti langit yang biru. Menenangkan..

Sudah tidak ada waktu lagi untuk melakukan rekap tentang saya kehilangan apa saja. Sekarang hanya ada waktu untuk mensyukuri saya masih memiliki keluarga dan teman-teman baik. Dan waktu untuk berusaha melakukan yang terbaik. Selagi bisa. Ya, sudah tidak ada waktu untuk membeli bergulung-gulung tisu untuk menahan air yang jatuh dari mata. Yah... walaupun menangis itu berguna ketika tidak ada lagi yang bisa kita lakukan untuk melegakan segalanya. Pria, cobalah itu sesekali. Haha

Ketika merasa terlalu banyak kehilangan dalam satuan waktu yang sangat cepat, apalagi yang harus saya lakukan selain cepat-cepat mengambil hikmah dari itu semua? Ya, saya mengambil hikmahnya dan benar-benar merasakan, ada kalanya manusia harus berhenti.

Beberapa teman saya pun mengalami itu. Ada yang kehilangan orang yang disayangi, dipercaya. Ada pun yang kehilangan predikat pengganggurannya. Ya, teman saya diterima kerja di ibukota. Saya terharu sekali. Allah memberikan macam-macam pembelajaran lewat orang-orang di sekitar saya. Dan saya bisa siap lebih dari yang saya kira.

Akan tetapi, memang tidak bisa dipungkiri, pola pikir sudah tidak seperti dulu lagi. Banyak yang berubah. Banyak yang berlari, berjalan, ataupun berdiam diri. Dan saya harus memilih. Kami harus memilih. Dan kita pun.

Yah, segitu aja dulu deh. Mata saya sudah membawa ke kanan, ke kiri, kanan lagi, malah jadi ke atas bawah, muter-muter. Sudah kehilangan fokus. Maklum mata saya minus. Hehehe

Oh, ya, ini bukan artikel loh ya. Ini curhat. Saya sadar saya perlu curhat. Tapi kalau curhat ke teman, malahan nggak akan bisa. Mungkin karena tatap-tatapan dan malah jadi mengeluh. Jadi malu. Hoho. Dan supaya saya punya timeline juga. You know kan, saya sudah kehilangan ingatan.

Oke deh. Saya tersenyum. Dan harus tersenyum. Selamat mencari hikmah.

- Aulia

Episode: Nonton Bioskop di Tengah Hujan


“Kau tahu tidak, Har, bioskop ini khusus dibuat untuk kita,” Kucil mengunyah jagung bakar yang telah menyatu dengan saus asam manis.

Harap sibuk melihat ke depan dengan mata yang terbuka lebar tanpa menghiraukan ucapan Kucil.

“Dan kau tahu tidak, baru kali ini aku nonton di bioskop dengan suara hujan yang bocor. Payah. Temboknya tidak kedap suara,” Kucil meraba meja di sampingnya, mencari gelas besarnya yang berisi air putih. “Baru kali ini aku ingin tidur di bioskop. Untung ada jagung bakar.”

Harap sepertinya tertidur.

Kucil mencari telinga Harap, “Dasar orang kaya! Di bioskop malah tidur!”

Harap sama sekali tidak marah. Ia benar-benar tertidur.

Ada orang yang baru masuk ke bioskop.

“Har, kayaknya bioskop ini tidak jadi khusus dibuat untuk kita. Ada yang masuk lagi selain kita,” Kucil menyalakan senter yang dikalungkan di lehernya. Ia menyorot penonton yang baru masuk.

“Kau lama sekali, Har! Memangnya beli lilin di mana sih?!”

“Semuanya habis, Kucil,” Harap mengunci pintu depan rumah.

Kucil menyenteri kaki Harap menuju langkahnya ke arah kursi yang ia duduki.

“Kau mau jagung bakar?”

Harap merebut dengan pelan senter yang dipegang Kucil, “Oh, Tuhan.. Mainan Manggani mana lagi yang kausembunyikan darinya, hah?”

Kucil mengambil kembali senternya dengan cepat, “Sssssttt! Jangan berisik, Harap! Nanti kau mengganggu Harap yang sedang nonton!” Kucil menerangi Harap yang berada di kursi sebelahnya, lalu ke arah yang masih berdiri di depannya.

Harap tidak bisa menahan tawa, “Besok kau harus mengembalikan boneka dan jagung-jagungan Manggani.”

Kucil tertawa, “Aku tidak menyembunyikannya, Har. Manggani yang sengaja meninggalkannya di sini.”

“Sengaja?” Harap mencoba mengambil boneka itu dan duduk menggantikannya.

“Waktu kau pergi sangat lama. Manggani membawa boneka itu ke sini dan tak pernah membawanya pulang lagi,” Kucil menaikkan kakinya ke atas kursi. “Hahaha, mungkin agar aku tidak kesepian.”

“Dan tidak kelaparan dengan membawa jagung-jagungan untukmu?”

Kucil tertawa lepas, “Ya! Ada apel-apelan juga di kulkas.”

Harap pun ikut tertawa, “Sial. Waktu itu aku hampir tertipu mau memakan apel itu.” Harap duduk menyandar kursi kelelahan karena mencari lilin di warung-warung yang ternyata sudah diborong oleh orang-orang.

Harap menghela nafas, “Lalu sekarang kita ada di mana?”

“Di bioskop,” Kucil makin erat merengkuh dengkul sampai kakinya yang ia naikkan ke atas kursi. “Tapi kau boleh tidur kok, bioskop ini gratis. Dan juga dingin. AC-nya kencang sekali.”

“Bawalah selimut. Kurasa hujannya akan awet sampai dini hari.”

“Mana ada orang nonton bioskop sambil bawa-bawa selimut!”

Harap tersenyum yang tidak akan terlihat oleh Kucil, “Jangan berlebihan. Aku tidak mau melihat demam-mu masih ada saat listrik sudah menyala lagi.”


---
All rights reserved.
2013 © Aulia Vidyarini

Selasa, 02 April 2013

Aulia dan Orang-orang dan Lain-lain, 2

ABAIKAN.

Welcome back! Back back back! Kenapa diulang-ulang gitu sih? Itu ceritanya echo gitu. Bener gak sih echo? He'eh lah he'eh.

Okey. Hari ini hari Selasa. Baik kan saya memberitahu kalian nama dari hari ini. Selasa tanggal 2 April 2013, banyak yang dipetik dari hari ini kalau mau memilahnya sih. Sayangnya saya sedang tidak ingin memilahnya. Yah, berikan nafas sejenak. Mungkin di hari Rabu akan memperbaiki segalanya.

Tadi saya tidur siang lho. Tidur sore sih. Untung beli bantal baru. Kalau nggak kan saya nggak bakal tidur sore. Hem.

Pagi tadi saya bangun dalam keadaan belum mandi. Oke, karena saya tidur di dini hari. Saya tidak mandi di dini hari. Maaf ya kalau saya agak menyebalkan. Mungkin sangat.

Kalau kalian tahu, saya dan teman-teman kuliah siang tadi pergi ke bandara. Gayanya sih kayak mau liburan. Nggak juga ding. Yah, tapi lagak jalannya kayak mau liburan aja gitu. Nggak kok, kami ke bandara mau mengantar salah satu teman baik saya yang pernah saya ceritakan di posting ke-1. Yoi, dia berangkat bersama keluarganya kembali ke tanah kelahiran.

Banyak sih, banyak banget yang mau saya bicarakan. Tapi apa daya, daya apa ya apa daya apa sih. Begitulah. Kalimat selamat jalan yang mungkin berharap menjadi sampai jumpa lagi. Hiks. Cemungut kakaaa~ Alay luh! Lu yang alay! Enak aja, elu lah! Ya iyalah saya!

Nanti aja lah saya ceritakan lagi. Karena banyak juga pembelajaran-pembelajaran baru yang saya amati di hari tadi bersama teman-teman saat makan siang. Walaupun kalian tahu lah ya, saya sedikit bicara. Mungkin saya akan menyebut tahun ini sebagai My Ears Year. Kenapa? Nanti aja lah ya saya ceritakan. Saya cuma mau mencatatnya saja. Kali-kali yang baca ini nanti mengingatkan saya untuk menceritakannya. Yep, itulah gunanya saya membuat ini.

Oke deh, saya harus kembali mengkoreksi hasil revisi proposal skripsi saya untuk dikumpulkan di esok hari. Saya mau posting yang belum sempat saya posting aja dari tahun lalu. Nggak tahun lalu banget sih.. akhir tahun kemarin gitu. Hahaha sebenernya nggak terlalu penting juga saya posting. Tapi buat seneng-seneng aja gitu. Kali-kali nyiprat ke yang baca, hahaha tapi nggak lucu sih jadi jangan terlalu berharap. Ya udah sih cepetan! Banyak cingcong! Iye iye..


Nah, itu yang mau saya share. Hahaha. Gitu doang? Ya udah sih kenapa memangnya nggak boleh? Boleh kok. Jadi ternyata tanpa disadari saya itu suka bersenandung. Ya biasa sih ya, cuman ternyata saya ingat-ingat itu nggak ada lagunya. Ho'oh, karena itu saya suka menghafal irama yang saya senandungkan, kemudian dibuat liriknya. Walaupun kebanyakan jadi lupa lagi. Ya maklum lah ya keseringannya itu terlahir di kamar mandi. Hahahaha

Nah (lagi), sesuai sub judul yang saya cantumkan di atas, maka abaikan lah oke. Itu bukan apa-apa kok. Tapi apa-apa sih. Lagu itu tercipta waktu saya lagi labil tingkat dewi kuan in. Gitu gak sih nulisnya? Gatau. Oh ya udah kalau nggak tau, berarti kita kompak.

Maklum lah umur-umur lagi diambang labilnya remaja campur aduk sama dewasanya angka 2. Yah, walaupun kedewasaan nggak diukur dari umur, tapi angkanya pasti menjadi patokan kita atau orang lain untuk menentukan kita harus mulai mendewasakan diri. Prok prok prok. Ada Pak Tarno? Bukan kok. Oh, ya udah kalau gitu.

There is a lot of symbols. Begitulah singkatnya, kalau mau panjangnya mah nanti yah. Saya harus mengoreksi revisian nih biar lancar oke. Doakan ya. Kita saling mendoakan. Indah nggak sih bacanya? Kok diem? Malah terharu! Ya gapapa sih.

Segitu aja dulu yah untuk hari Selasa-nya. Eh, udah lama saya nggak makan kacang atom. Jadi inget teman saya tadi nggak mau makan itu, gara-gara takut jerawatan. Hahaha jadi inget (lagi) saya pernah twit: "Katanya makan kacang bikin jerawatan? Yang bikin jerawatan tuh bukan kacang, tapi kamu!"

Hahahahaaaa lengkap dengan hashtag 'eaaaaaa'. Hahahaha wokwokwok saya lagi seneng pake ketawa 'wokwokwok' gitu hahahaha lucu aja gitu berasa bimoli. Bibir monyong lima centi. Singkatan jaman SD. Hufet.

Selamat menjelang pukul dua puluh tiga malam. See ya!

- Aulia





Senin, 01 April 2013

Aulia dan Orang-orang dan Lain-lain, 1

OPENING.

Halo, April! Apa kabar? Oh, ya, baik-baik. Kamu gimana? Mmm.. agak sedih.

Oke, tanggal 1 April ini menjadi awalan yang saya tunggu-tunggu dari hari yang lalu-lalu. Yaitu, saya memulai jurnal online di blog. Awal niatan ini muncul karena entah mengapa ingatan saya agak bapuk. You know bapuk? Bapuk is seperti kacrut. Nggak tau kacrut juga? Ya, sudahlah, tidak masalah. Yang bermasalah adalah memori otak saya yang meragukan sekarang ini. Hem.

Jadi, saya memang punya sih buku seperti diary begitu. Hahaha. Diary-nya juga bukan kayak jaman SMP gitu. Ahahaha jadi inget diary SMP saya waktu dulu kan ditinggal di rumah, terus ternyata dibaca sama adik saya. Masa dia ngetawain dong? Damn it. Padahal dia juga masih SMP. Dan nggak kalah norak. Norakan saya sih kayaknya. Ehem.

Nah, saya juga punya buku kumpulan puisi atau apalah tulisan spontan yang dirangkai dengan balutan absurd waktu awal kuliah, tahun 2008. Udah penuh bukunya. Punya lagi. Awalnya serius bikin tulisan lagi, tapi pada akhirnya lembaran yang udah terisi saya sobek dan buku itu dijadikan buat catatan kuliah. Hufet. Hufet. Kenapa hufet-nya ada dua? Karena ada satu buku lagi yang saya jadikan kayak gitu. Hahahah

Kebeneran juga saya kalau nulis di buku itu kadang ya udah aja gitu mengendap sampai banyak debu gitu. Pada akhirnya tidak mengingatkan kejadian apapun yang saya alami. Yah, semacam jurnal gitu saya mau buat sekarang. Semoga rutin sih.

Oya, kenapa di blog? Karena saya punya blog. Kalau saya punya mobil, mungkin saya publish-nya di mobil. Apasih.

Yaa, biar ada yang baca juga sih ya mungkin. Soalnya kadang suka menyesal gitu kalau ada temen lama atau baru yang nanya tentang saya atau apa gitu, tapi saya jawabnya yang seinget saya aja. Nah, pas udah lamaaaa gitu saya tuh suka nyesel gitu kenapa nggak cerita yang itu sih, misalnya. Ngerti gak sih? Ngerti dong plis.

Sepele sih. Tapi yaa itu tujuannya, agar saya tidak menganggap lalu tentang apa yang telah terjadi. Untuk menanggulangi ingatan saya yang bapuk. Udah tau arti bapuk?

Lupakan tentang bapuk.

Lebih baik ingat hari ini tentang seharian saya bersama salah satu teman dekat saya yang entah mengapa ia masih mau berteman dengan saya. Hahaha yaa berteman itu kan untuk melengkapi. Ibarat kata kalau dia lupa pake daleman, ya saya ngasih handuk buat nutupinnya. Analoginya pas nggak sih? Nggak ya? Oke, bye.

Plis jangan bye dulu, jadi dia itu udah meraih gelar sarjana. Horeeeee! Demi apapun, berasa saya yang udah lulus jadinya. Tapi plis, jangan merasa gitu dulu. Nanti jadi lupa tanggungan skripsi saya. Oke. Saya nggak jadi hilang ingatan.

Besok itu hari Selasa. Hari Selasa dia mau pulang ke kampungnya. Emang sih katanya kota, bukan kampung. Plis jangan bahas itu. Saya rasa dia bakal bilang itu. Itu yang mana? Yang itu. Apa sih? Skip.

Ke kampus legalisir ijazahnya. Ternyata penanda tangannya baru ada besok. Hahaha akhirnya nitip ke saya saja. Ah! Lupa balikin figuranya adik kelas. Dia yang lupa. Saya juga lupa sih. Padahal waktu belum berangkat ke kampus saya inget. Tapi di tengah jalan baru inget. Hem. Mungkin kalo di pinggir jalan bisa inget. What? Whatever lah, Uk!

Terusnya apa lagi ya tadi ya.. Banyak sih. Tapi sedih uy. Hahahaha

Yah, segitu aja dulu ya. Pas juga udah jam 23:11. Nggak ada hubungannya sih. Tapi males sih. Soalnya tadi saya beli bantal baru. Biar tidur saya berkualitas. Haha. Karena leher saya akhir-akhir ini agak pegel gitu.

Ah! Tadi creambath dong eykeee sama dia. Surgaaaaaa dunia! Walaupun nggak seperti yang saya idam-idamkan. Lumayan sip sih.

Hem.

Kenapa hem? Nggak, kayaknya cepet banget aja gitu.

Semoga kenang-kenangannya bermanfaat deh. Buat apapun itu. Sekedar nostalgia atau apa yaaa.. apa aja lah. Tapi kalau kenangan waktu sih itu sangat bermanfaat sekali pisan lah pokoknya mah. Proses dari labil menuju pendewasaan. Cool gak sih? Hahaha

Udah deh segini dulu, karena 28 menit lagi masuk hari Selasaaaaaaaaaa!

Oya, judulnya bakal kayak gitu terus: Aulia dan Orang-orang dan Lain-lain. Bedanya perjalanan judul di hari-nya aja. Ini kesannya kayak apa banget gak sih? Apa emang? Ya gitu. Berasa apa banget. He'eh lah kumaha ente.

Orang-orang yang saya bicarakan di sini nggak akan saya cantumkan nama, pakai nama Bunga sekalipun nggak akan saya cantumkan. Lain-lain juga untuk objek selain manusia. Misalnya, pengserut. Kenapa harus pengserut sih? Soalnya saya kebetulan lihat card reader. Lah, kan card reader, bukan pengserut. Ya, soalnya saya kira itu pengserut. Oh, gitu..

Jadi, oke yaaaaaaaa.. Semoga ini bisa dilanjut. Agar saya bisa mencintai laptop saya seperti dulu. Emangnya sekarang nggak? Rahasiaaaa~

Oke deh, semoga olah otak yang saya perjuangkan ini bisa mengalahkan perjuangan sia-sia yang saya lakukan dulu terhadap seseorang. Hufet.

Selamat tidur ya for everyone. Saya sekarang jadi sok british deh. Bahahaha maklum suka chatting sama bule. Padahal amburadul juga. Tapi katanya no problem kok. Apasih, Uk. Apa-apa dibahas deh.

Selamat tidur ya for everyone. Diulang lagi ya. Soalnya tadi banyak cingcong. Oke, sekarang juga masih banyak cingcong. Hufet.

Oh, ya!! Salah satu teman baik saya yang lainnya hari ini berulang tahun. Yang ke-biarsajadiajawabsendiri. Bahahahaha


Happy birthday, darling. XOXO

Oke, selamat tidur ya for everyone :)

- Aulia.