Aku menginginkan hujan sebagaimana kamu bersorak untuk matahari tetap bersinar Aku berdoa disaat hujan sebagaimana kamu mabuk hingga basah kuyup di trotoar Aku bergelinjang geli di bawah hujan sebagaimana kamu tertawa di atas api unggun Aku menampung air hujan sebagaimana kamu membanjur rumah dengan minyak tanah Aku terpejam kehujanan sebagaimana kamu tidur berkeringat Aku menelan air hujan sebagaimana kamu menelan ludahmu sendiri Aku menyukai hujan sebagaimana kamu bertahan membenci hujan Aku menatap hujan sebagaimana kamu mengerti diriku Aku berbinar atas hujan sebagaimana kamu mematikan rokokmu di atas bumi yang kehujanan Aku terkejut melihat petir diantara hujan sebagaimana kamu muncul di hidupku

Senin, 19 April 2010

Hujan dengan Rutinitas Manusia

Hujan merupakan salah satu karunia Tuhan yang diturunkan untuk makhluk hidup, sebagai salah satu musim yang pasti ada di penjuru dunia. Air yang berlebih menyenangkan bagi hewan air, penyegaran hidup untuk tumbuhan, dan kelebihan kekurangan yang dirasakan manusia. Karena manusia mengalami rasa yang berbeda, dan seorang manusia lebih mudah mengamati apa yang dirasakan sesama manusia dibandingkan manusia merasakan hewan maupun tumbuhan. Maka, banyak yang dapat diamati dari setiap titik kejadian yang mungkin tidak terasakan secara jangka panjang, karena hujan tidak pernah turun terus-menerus tanpa henti dalam perputaran hidup ini, melainkan adakala dimana hujan harus turun dan membuat manusia gembira dengan rintiknya maupun mengeluh dengan basahnya. Itulah hujan, dimana manusia merasakan berbagai macam sisi, baik dari keadaan menyenangkan maupun menyebalkan. Begitu pula muncul sisi menarik yang ditimbulkan ketika hujan, yaitu tentang perbedaan sudut pandang manusia.

Sudut pandang yang biasanya sama dirasakan ketika hujan menjadi sangat menyenangkan sebagai pembentukan suasana mereka masing-masing yang lebih dominan. Lalu kebalikan tanggapan juga bisa terjadi saat hujan menjadi faktor penghadang kepentingan mereka. Jadi, dalam menanggapi suatu keadaan yang terjadi dengan spontan, maka akan diperoleh respon yang spontan pula ketika mereka menjadi sangat dirugikan, yaitu kalah dengan keadaan. Agar lebih jelasnya maka diadakan pengamatan sederhana yang diambil dari beberapa responden untuk menjadi suatu bahan dalam mengambil pemikiran ringan yang hampir dilupakan atau tidak digubris sama sekali namun menjadi sangat penting (menurut saya) bila hal tersebut bisa didapatkan sudut pandang dari segala sisi positif maupun negatif.

Pernyataan ini diambil dari orang-orang yang secara tidak sengaja melekatkan keadaan hujan pada hidupnya, yakni beberapa penghuni kota hujan di Bogor sana. Mayoritas mereka mengalami rasa yang menyenangkan dan begitu pula sebaliknya, dan mungkin terjadi secara bersamaan. Respon tersebut bisa muncul sebagai bentuk spontanitas, pemikiran, sudut pandang, keuntungan dan kerugian yang berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi mereka masing-masing. Itu membuat makna hujan menjadi sangat beragam dalam mengambil suatu pemikiran tentang kepentingan masing-masing. Berikut akan ditampilkan tentang beberapa tanggapan ringan dari dampak positif dan negatif tentang hujan di kehidupan mereka:

  • Suasana yang enak untuk tidur dan tidak enak jika kehujanan.

  • Saya bisa tidur lebih nyenyak dan menjadi terlambat.

  • Romantis dan basah.

  • Dingin dan sejuk ; basah.

  • Romantis, tapi menyebalkan kalo hujannya ‘marah’.

  • Segar dan membuat tidak bisa kemana-mana.

  • Senang bisa hujan-hujanan, sebel harus nyuci motor.

  • Menyenangkan karena bisa melamun dengan tenang dan sok melankolis; menyebalkan jika petir, banjir, dan atap bocor.

  • Menyebalkan jika tidak membawa payung, maka akan basah kuyup; menyenangkan jika sedang galau hujan-hujanan enak tuh hahahahahaahaa stres.

  • Menyebalkan jika sedang di motor lalu hujan; menyenangkan karena bisa tidur nyenyak.

  • Senangnya sehabis hujan udaranya bagus; menyebalkan jika sebelum hujan langitnya seram.

  • Menyenangkannya bisa mengingat masa-masa indah dan sedih, dan menyebalkannya tidak bisa bermain kemana-mana.

  • Menyenangkan jika sedang berdua dengan cewek melihat hujan hahaha.

  • Dingin tapi jadi tidak bisa kemana-mana.

  • Basah semuanya.

  • Enaknya tidur karena dingin-dingin, dan tidak enaknya yaitu jalanan becek.

  • Menyebalkan jika sedang hujan tidak bisa bermain, tapi gara-gara hujan cuaca jadi terasa dingin dan asik.

  • Menyenangkan jadi dingin, dan menyebalkan jadi becek.

  • Menyenangkan karena hujan membuat tidur nyenyak, lalu menyebalkannya hujan membuat sulit keluar rumah dan melankolis sampai kadang bisa menangis sendiri.

  • Menyenangkan yaitu dingin, tenang, romantis; lalu menyebalkan jika becek, gelap, dan petir.

  • Menyenangkan karena adem dan tenang; dan menyebalkan karena jalan menjadi becek dan membuat kotor.

Dari semua responden, didominasi dengan tanggapan yang secara tidak langsung menyatakan dirinya menjadi senang dan kalah dengan situasi yang hadir dalam waktu yang bersamaan. Seperti: “saya bisa tidur lebih nyenyak dan menjadi terlambat.” Hal tersebut menyatakan ia menjadi terlena dengan dampak positif sehingga menghadirkan dampak negatif bagi dirinya sendiri. Sehingga keadaan yang tidak bisa diubah lagi menjadi suatu kebiasaan yang seringnya terjadi berulang-ulang. Ketika seseorang menjadi terlambat (dalam hal ini yaitu kuliah) karena situasi, padahal hal yang paling memungkinkan agar itu tidak terjadi yaitu dengan cara mengadaptasi diri dengan alam. Karena alam menjadi salah satu faktor yang mungkin tidak bisa diubah posisi atau keadaannya, sehingga kita yang harus memulainya lebih dahulu agar tidak menjadi suatu rutinitas yang berdampak negatif.

Kemudian: “dingin tapi jadi tidak bisa kemana-mana.” Begitu pula dengan pernyataan tersebut, ia merasakan udara yang dingin dari hujan karena kemungkinan udara panas membuatnya tidak nyaman, namun ada kata penghubung ‘tapi’ yang menjadi kata sebelumnya yang merupakan sebuah kesenangan tersebut menjadi terhambat ketika ‘jadi tidak bisa kemana-mana’. Dalam hal ini pun serupa, aktivitas yang seharusnya dilaksanakan seakan-akan menjadi terhambat karena alam yang tidak sejalan dengan rencana. Sama halnya seperti: “menyebalkan jika sedang di motor lalu hujan.” Keadaan yang sudah menjadi rutinitas yaitu bepergian dengan kendaraan bermotor menjadi suatu penghambat pula. Mungkin lain halnya ketika sedang di tengah jalan maka situasi tersebut datang secara tiba-tiba, maka tidak ada jalan lain selain berteduh yang mengulur waktu atau tetap kehujanan yang tepat waktu. Adakalanya dimana kita diharuskan menjadi sigap dengan situasi yang baik akan terjadi maupun tidak akan terjadi, karena sudah diciptakan pepatah “sedia payung sebelum hujan” maka hal tersebut pasti akan pernah muncul ketika itu pernah terjadi di masa lampau sehingga menjadi pembelajaran yang seharusnya sudah menjadi hal kecil yang mudah ditangani. Maka, itulah budaya kita, sebagian besar jarang yang mau mempelajari hal yang sudah terjadi, walaupun akan ada resikonya akan tetap dijalani. Karena dunia ini penuh dengan rintangan, lalu menjadi kebiasaan ketika menemukan hambatan (dalam hal ini yaitu hujan), kemudian akan menjadi kalah atau menang itu persoalan kepada diri masing-masing manusia dalam menjalani rutinitas yang tiada henti.

Oleh karena itu, segala sesuatu yang akan terjadi dalam dunia pengamatan di tengah kehidupan yang paling dekat itu sangat beragam. Dari hal yang paling terlihat hingga yang tidak terlihat sama sekali namun terjadi. Seperti halnya yang sekarang kita amati yaitu tentang hujan yang mungkin sama sekali tidak terlalu dipikirkan menjadi suatu hambatan tapi pada kenyataannya menjadi ada dari rutinitas manusia yang sebagian besar pasti juga bergantung pada kondisi alam, maka akan terjadi suatu pembentukan yang secara tidak sengaja menjadi lebih condong ke arah faktor penghambat dibandingkan faktor pendukung dalam perjalanan aktivitas kota yang padat akan segala tuntutan. Jadi, pengendalian dari sang pencipta pasti ada, dan kelanjutannya terserah kita.

---

av10