Aku menginginkan hujan sebagaimana kamu bersorak untuk matahari tetap bersinar Aku berdoa disaat hujan sebagaimana kamu mabuk hingga basah kuyup di trotoar Aku bergelinjang geli di bawah hujan sebagaimana kamu tertawa di atas api unggun Aku menampung air hujan sebagaimana kamu membanjur rumah dengan minyak tanah Aku terpejam kehujanan sebagaimana kamu tidur berkeringat Aku menelan air hujan sebagaimana kamu menelan ludahmu sendiri Aku menyukai hujan sebagaimana kamu bertahan membenci hujan Aku menatap hujan sebagaimana kamu mengerti diriku Aku berbinar atas hujan sebagaimana kamu mematikan rokokmu di atas bumi yang kehujanan Aku terkejut melihat petir diantara hujan sebagaimana kamu muncul di hidupku

Senin, 01 September 2014

56/23

Awalnya adalah benih
hingga tak sanggup merengkuh nyawa kembali, itu pedih, sangat perih
Gegap suara mengheningkan cipta di bendera berkibar tiap Senin, baru dirasa lirih
Tawa adalah peringatan, petir memperingati gemuruh hujan gelap
Baru dirasa, ya, baru basah
wajah ini tak kunjung mengering, aliran deras sanubari bebatuannya keropos
belum sempat aku selesai menggunting kuku kotor agar lambaian tangan suci,
kau
tak kunjung bernyanyi ketika kupetikkan gitar di rumahmu

I am Hoream.


*Note
Hoream (Sundanese): lazy.