Aku menginginkan hujan sebagaimana kamu bersorak untuk matahari tetap bersinar Aku berdoa disaat hujan sebagaimana kamu mabuk hingga basah kuyup di trotoar Aku bergelinjang geli di bawah hujan sebagaimana kamu tertawa di atas api unggun Aku menampung air hujan sebagaimana kamu membanjur rumah dengan minyak tanah Aku terpejam kehujanan sebagaimana kamu tidur berkeringat Aku menelan air hujan sebagaimana kamu menelan ludahmu sendiri Aku menyukai hujan sebagaimana kamu bertahan membenci hujan Aku menatap hujan sebagaimana kamu mengerti diriku Aku berbinar atas hujan sebagaimana kamu mematikan rokokmu di atas bumi yang kehujanan Aku terkejut melihat petir diantara hujan sebagaimana kamu muncul di hidupku

Selasa, 21 Februari 2012

Pamit tuk Berangkat Mengawali

Bogor, 21 Februari 2012

Panas adalah yang teratas, saat ini
di taman meja dan kursi tertanam
aku terduduk agak lelah menikmati kelelahan
Rabu menjadi yang terjepit pada kepulanganku kali ini,
di batu bundar miring aku bersaksi pada panas

Lingkaran-lingkaran sunyi tanpa mata normal menjadi pemandangan yang indah
Anginnya bersepoi merdu
Rumputnya menghijau dan membiru
menjadi awan yang memelukku di pukul tiga cerah

Ada yang berpasang, bertrio, bercatur, berpanca, dan berpangku tangan
yang entah menilik apa terdalam disana

"Lebih baik terpapar sinar matahari
daripada ditampar yang menari
Selamat siang pada yang sore.."

Aku merinding, ya, aku bergetar
bagai klakson beroda menghantam bermain gendang di telingaku
Tak ada yang buruk, kecuali menjadi seorang penyepi,
hingga
untuk hari ini kubiarkan menjadi seorang hawa yang ingin dikenang

Atas lembutnya kapas yang terbang,
aku pamit pada yang beban ini

Salam mengudara,
Aulia Vidyarini

Tidak ada komentar: