Ketika angin terlalu kencang menghembus kening, tidak begitu mempengaruhi kecepatan ingatan yang akan hilang pula. Kau, tetap disini. Di dalam keningku. Begitu pun hidupku, tetap disini, di dalam hidupmu.
Semenjak keterbatasan hari yang kauberikan, aku menjadi semena-mena pada sebuah penantian masa. Musim kemarau kupayungi, musim hujan kubiarkan membasahi tubuhku. Agar ingatanku tentangmu tak habis dibakar panas, dan tetap segar kumandikan.
Sehingga kau, tetap tumbuh, hingga membawaku, ke atas langit, sana.
Aku sedang berjalan dari trotoar satu ke trotoar lainnya, mengingat kau pernah mencium aspal dengan sendunya, kau tak pernah menginjaknya. Kau membelainya dengan telapak kakimu.
Kau mengajarkanku untuk, satu: mematikan puntung rokok menyala yang kaubuang di tanah terbawah. Lebih baik bibirmu yang terbakar, daripada tanah membakar semua yang tak bersalah (April 2012)
Aulia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar